Thursday, December 13, 2007

SELAMAT NATAL & TAHUN BARU


Team Editorial www.cefil19.co.cc dan Keluarga Besar CEFIL 19 mengucapkan:

Selamat Natal 25 Desember 2007
dan
Tahun Baru 1 Januari 2008


Monday, December 3, 2007

Bila Bola Menjadi Yang Utama, apa kata dunia ?

Oleh ARI KRISMERI

GAWANG tim nasional kebobolan 7 angka pada pertandingan Pra-Piala Dunia 2010 tersebut. Wouw…fantastis. Inilah prestasi persepakbolaan nasional yang konon katanya menelan dana sampai miliaran rupiah. Bila itulah prestasi tim nasional lalu bagaimana dengan prestasi tim lokal?

Kita sering menyaksikan terjadinya tawuran antarsuporter klub, wasit yang tak becus mengomandani pertandingan, jual beli point, perang tanding antar pemain pada saat laga dan yang sangat fantastis adalah kasus yang sedang hangat-hangatnya menyita perhatian semua pihak, Sang Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid yang juga terpidana korupsi tidak mau legowo untuk turun tahta, melepas jabatan yang telah beberapa tahun dipegangnya. Kasus yang terakhir dianggap begitu hebatnya, sehingga FIFA harus turut campur memberikan petisi. Itulah mendung yang masih melingkupi wajah persepakbolaan negeri ini. Sepakbola yang notabene adalah olah raga yang paling merakyat di Indonesia . Namun, juga yang paling banyak menguras uang rakyat dengan pengalokasian APBD untuk membiayai klub di daerah.

Terbitnya Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No.59 Tahun 2007 jo surat edaran Mendagri No 900/2677/SJ, tertanggal 8 November tentang penggunaan APBD untuk klub, memberikan angin segar bagi seluruh komponen rakyat, terkecuali kelompok yang berkepentingan dengan sepak bola. Dengan terbitnya Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut diharapkan pengalokasian dana APBD sesuai dengan tuntutan pembangun daerah. Sehingga rakyat berharap semakin dekatlah kesejahteraan bagi mereka. Tidak seperti yang terjadi selama ini, miliaran rupaih dana APBD masuk ke kantong klub hanya untuk membiayai operasional klub yang tak kunjung mengukir prestasi. Namun, bagi para pemangku kepentingan sepak bola terutama di daerah, Permendagri tersebut dianggap sebagai bencana yang akan menghancurkan dunia sepak bola tanah air. Sebab klub tidak lagi mendapat suntikan dana APBD yang memang semestinya di gunakan untuk kepentingan rakyat.

Pengalokasian dana untuk klub sepak bola sekitar 1,5 % dari total anggaran APBD 1 triliun rupiah atau sekitar 8 miliar rupiah pertahun. Kisaran dana sebesar itu dianggap terlalu membebani rakyat yang masih berada di pusaran buruknya situasi ekonomi, tingkat penganguran yang tinggi dan masih banyak lagi persoalan rakyat yang musti ditangani dengan segera.

Majunya kepala daerah sebagai ketua umum klub saja sudah membuat cemburu rakyat. Berapa banyak waktu yang seharusnya digunakan kepala daerah untuk menangani permasalahan rakyat tersita hanya untuk mengurusi klub, berapa dana yang dikeluarkan dari APBD hanya untuk membiayai akomodasi sang kepala daerah untuk menyaksikan pertandingan di luar kota . Seperti saat pertandingan di Yogyakarta , dengan rela dan senang hatinya menyaksikan pertandingan. Atau ini dianggap sebagai rekreasi sang Kepala Daerah ?

Pada pertemuan yang diprakarsai oleh WH, Wali Kota Tangerang pada hari Kamis, 12 November 2007 di Balai Kota Tangerang, Ruang Akhlaqul Karimah Pada Jam 21.00 WIB, yang dihadiri puluhan pemangku kepentingan persepakbolaan menghasilkan kesepakatan untuk menuntut perubahan pada Permendagri No.13 Tahun 2006 tersebut. Dengan tuntutan yang demikian santernya, berarti sepak bola dianggap lebih berharga dari apapun. Lalu bagaimana dengan cabang olah raga lainnya? Sedemikian hebatnyakah perhatian yang diberikan?

Bila dana APBD yang dialokasikan untuk pembiayaan sepakbola mengenai sasaran dalam artian berbanding lurus dengan prestasi yang dihasilkan, mampu mengharumkan nama bangsa, mengukir sejarah mengagumkan atas nama Bangsa Indonesia dikancah internasional, maka rakyat dengan senang hati meski dalam keadaan susah akan mendukung sepenuhnya. Namun, bila yang terjadi adalah makin terpuruknya dunia sepak bola dalam negeri masihkah rela rakyat dirampok uangnya hanya untuk sepak bola?

Penggunaan APBD selama ini lebih banyak untuk membeli pemain asing, memperkaya mereka dengan alasan mereka akan mampu mengukir prestasi bagi masing- masing klub. Inilah gaya Pengukiran Prestasi Instan para pejabat sepak bola kita. Bila saja dana APBD lebih digunakan untuk memberdayakan pemain lokal, meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga akan ada motivasi untuk terus berkarya, menjaring pemain junior untuk dipersiapkan menjadi pemain bintang maka itu akan lebih mengena daripada membeli pemain asing yang harus mengeluarkan dana ratusan juta rupiah hanya untuk satu pemain saja. Sebaiknya memang harus dirubah sistem persepakbolaan daerah. Saya kira banyak anak negeri yang mumpuni namun tidak mendapat tempat untuk berkembang.

Tak ada kata lain selain harus berbenah, melihat ke dalam hati untuk berinstropeksi diri dan berkarya bagi bangsa tercinta.

Ari Krismeri, Mahasiswa peduli perubahan yang tinggal di Tanggerang, Banten.